Kumpulan Cerita Horor Di Dunia Nyata Dan Dunia lain.

Agenreferralpoker | Kumpulan daftar nama agen judi domino poker online terpercaya





Selasa, 27 Juni 2017



Perkenalkan nama saya Dio dan umur saya 28 tahun. Dalam langkah-langkah kakiku yang tertatih serta pandanganku yang tenggelam dalam telaga lamunan. Sayup-sayup aku mendengar sebuah suara yang terdengar lirih berasal dari dekat pintu keluar rumah sakit. Suara itu memanggil-manggil namaku.

Mas Dio… mas Dio…

seperti itulah suara itu terdengar ditelingaku yang kehilangan, untuk menangkap suara dengan jelas karena pikiranku yang trus mencoba mencerna apa yang terjadi tadi malam. Namun perlahan, suara itu menjadi semakin dekat. Memekakkan telinga dengan disertai refleks tergemap yang kuperlihatkan setelah satu tepukan kecil kurasakan dibahuku.

“Hei mas Dio! Ngelamun aja, sampai nggak denger panggilan saya” – ternyata asal suara itu adalah Joni, Petugas keamanan rumah sakit ini.
“eh iya mas Joni, saya mau pulang nih… udah kerja shift malem tadi terus lanjut nyelesaiin laporan, ini baru selesai” – ungkapku dengan nada lemas.
“Mas Dio lagi latihan akting ya tadi malam?” tambah mas Joni menimpali dengan menunjukkan raut wajah penasaran. Aku mengernyitkan dahi, tidak menangkap apa yang maksud dari perkataan mas Joni. Aku tanya dengan kata: Maksudnya?
“Lah iya, saya lihat dari rekaman CCTV, tadi malam! Mas Dio kok seperti sedang ngomong sendiri gitu?” tandas mas Joni sambil menggaruk pelipisnya dengan telunjuknya.

Seketika jantungku kembali berdegup kencang. Aku baru bisa menangkap apa maksud dari perkataan mas Joni. Sejurus kemudian aku memintanya untuk menunjukkan rekaman CCTV tadi malam.

Orang-orang sering memanggilku akrab dengan sebutan Dio. Dan yang hendak aku ceritakan kali ini adalah pengalaman nyata dan cerita misteri yang kualami sendiri dimalam itu ketika aku melaksanakan shift malam di rumah sakit tempat dimana aku bekerja.

Anda salah besar bila hanya menyangka profesi dokter atau perawat saja yang ada di rumah sakit. Ada beberapa posisi penting non-vital yang harus ada untuk level rumah sakit yang ternama dikota Jakarta ini. Pekerjaanku adalah tim leader perusahaan outsource dalam satu perusahaan yang bergerak pada bidang facility service. Jangan salah, kebanyakan rumah sakit memang membutuhkan kami para outsource company. Salah satunya untuk tujuan memangkas pengeluaran rumah sakit.

Kebetulan malam itu aku dan ketiga anak buahku sedang bekerja untuk shift malam. Dan bisa dibilang tugas malam merupakan tugas yang super ekstra. Dan Seperti biasanya, menjelang tengah malam aku telah membagikan detail tugas kepada ketiga orang anak buahku untuk kemudian mereka kerjakan malam itu juga hingga selesai. Merekapun kemudian berpencar menuju spot masing-masing untuk menyelesaikan tugas mereka. Tertinggallah aku sendirian diruangan yang memang disediakan khusus untuk tim outsourcing.

Ruangan saya berada tepat disamping kamar mayat yang berhadapan dengan ruangan laundry dimana bayak diletakkan pakaian para dokter spesialis setelah operasi. Karena malam surah larut dan aku hampir mati oleh rasa bosan, akupun kemudian menghidupkan CPU untuk iseng-iseng menghabiskan waktu bermain game Mobile Legends. Game yang menurutku merupakan game yang paling seru dan di minati para gamers. Aku terus bermain game itu hingga tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari.

DRIIIING… DRIING…

Aku dikejutkan dengan bunyi telepon disampingku. Seorang security yang menelepon memberitahukan bahwa beberapa saat lagi akan ada petugas datang ke kamar mayat. Akan ada mayat yang dimasukan kesana. Security yang meneleponku waktu itu meminta agar aku bersiap sedia merapikan serta membersihkan jalan yang akan dilalui petugas pengantar mayat tersebut. Membersihkan disini maksudnya adalah mengepel ceceran darah menetes disepanjang jalan yang dilalui tandu beroda menuju kamar mayat setelah petugas melewatinya.

Benar saja, tak berselang lama. Beberapa petugas pengantar mayat tiba. Mereka mendorong tandu roda dengan satu mayat yang tertutup kain. Aku hanya bisa stand by didepan ruangan menunggu pekerjaan mereka selesai. Setelah mereka petugas pengantar mayat itu selesai dengan tugasnya, aku mulai melaksanakan tugasku membersihkan ceceran darah yang banyak membuat cendala kemerahan dilantai rumah sakit.

Sebenarnya aku telah menghubungi anak buahku dengan HT untuk meminta bantuan membersihkan noda-noda darah ini. Namun ternyata mereka masih belum menyelesaikan tugas mereka masing-masing. Akhirnya aku berinisiatif untuk membersihkannya sendiri.

Suasana rumah sakit kala itu sangatlah sunyi. Yang terdengar hanyalah suara gemericik tetesan air dari keran wastafel ruang laundry yang bocor serta suara sapuan kain pel yang sedang kuayun-ayunkan. Terlebih ruanganku yang berdekatan dengan kamar mayat ini terletak di basemet 1 yang paling ujung. Sehingga hampir tidak mungkin orang mau iseng datang kesini. Aku terus membersihkan sepanjang lantai dari awal dimana ambulance yang mengantar mayat tadi terparkir hingga menuju kamar mayat.

Hingga akhirnya pekerjaan hampir selesai dan hanya tersisa sekitar 5 meter dari ruanganku. Namun terlihat ada seorang yang sedang berdiri tenang didepan ruanganku. Pikiranku merancu dan sempat menanyakan siapakah wanita ini yang mau datang ke ruanganku yang ada di pojokan ini.

“Ah mungkin dia tersesat” pikirku dalam hati waktu itu. Akupun masih melanjutkan pekerjaanku membersihkan noda darah disepanjang lantai hingga selesai. Wanita itu masih saja berdiri disana. Tanpa menaruh rasa curiga, aku mendekatinya sembari menyapanya.

“Ada yang bisa saya bantu mbak?” – tanyaku mencoba sopan.

Bila dilihat dari dekat, wanita itu terbilang masih muda. Mungkin sekitar umur 20an dengan memakai baju berwarna merah dan wajah yang sedikit pucat dan putih, namun wajahnya memancarkan kesedihan. Entah kenapa tiba-tiba pula ada angin semilir yang dingin menjalar disekitarku waktu itu. Padahal dibagian basement tidak ada pendingin ruangan.

Wanita itu hanya terdiam membisu. Tidak ada respon sama sekali dari tegur sapa yang kulayangkan waktu itu. Aku mulai memberanikan diri untuk bertanya kembali: “Mbak kesasar ya? atau lagi nyari toilet?” – tanyaku lagi.
Wanita muda itu kemudian menolehkan wajahnya kearahku. Tatapannya dingin dan hampa, lalu kemudian dia mulai bersedih dan menangis dengan sendu.

huuhuhuhu… huhuhuhu…

“Aduh, mbak kenapa kok menangis? tenang mbak, sebentar saya ambilkan kursi biar mbak bisa duduk” – tandasku cepat

Aku hanya bisa panik dan melongo pada kelakuan wanita itu. Aku kemudian beranjak kedalam ruangan sembari meminta dia untuk menunggu sebentar sedangkan aku mengambil satu kursi plastik yang ada didalam ruanganku agar dia bisa duduk, karena kupikir wanita itu sedang bersedih karena memiliki masalah.

Berselang beberapa detik, aku keluar ruangan dengan membawa satu kursi plastik untuk dipakai duduk wanita itu. Namun, ketika aku keluar ruangan. Aku tidak menemukan wanita yang tengah menangis tadi. Dia hilang begitu saja. Bodohnya aku masih belum menaruh curiga sama sekali pada kejanggalan itu. Aku berpikiran bahwa mungkin wanita itu telah pergi entah ke toilet atau kemanapun.

Akupun kemudian kembali membawa masuk kursi plastik yang tadi kubawa keluar. Karena rasa kantuk yang cukup mengganggu, akupun kemudian menyeduh satu kopi tubruk dan menyulut satu batang rokok untuk menemani lemat malam itu. Aku mengangkat gelas dan satu batang rokok sudah terselip dibibirku, hendak bertandang kembali keruangan untuk melanjutkan game mobile legend yang tadi sempat terhenti. Sesaat sebelum aku sempat kembali duduk, seseorang mengetuk pintu ruanganku.

Tok.. Tok… Tok..

Ketika kubuka pintu, aku mendapati wanita yang tadi sempat aku sapa namun kemudian menangis beberapa waktu yang lalu. Dia berdiri tepat didepan pintu ruanganku dengan sisa-sisa tangisnya tadi.

Aku sedikit terkejut dengan wanita itu yang tiba-tiba muncul mengetuk pintu ruanganku waktu itu. Aku kemudian keluar ruangan dan hendak menanyakan apakah ada yang bisa kubantu untuknya. Namun sebelum aku sempat menanyakan maksud kedatangannya waktu itu, dia langsung memotong pembicaraanku dan berkata:

Terima Kasih ya mas” – ucapnya singkat

Aku terdiam, tidak mengerti maksud perkataan terima kasih dari wanita itu karena aku tidak merasa membantu atau memberikan apapun kepadanya. Namun belum sempat aku berkata “Terima kasih untuk apa?” kepadanya, Wanita itu sudah pergi beranjak dari hadapanku. Pergi menjauh dengan sedih dan wajah yang mengisyaratkan perasaan yang lebih lega daripada kali pertama kita tadi bertemu. Aku hanya tersenyum.

“Aduh kopiku jadi dingin nih… haha” gerutuku sendiri setelah kembali keruanganku.

Aku melanjutkan main game, namun entah kenapa udara menjadi sangat dingin hingga membuatku ketiduran dan terlelap begitu saja diatas kursi yang menyandar ditembok ruanganku saat itu. Hingga tepat pukul 06.30 pagi, aku terbangun oleh ketiga anak buahku yang masuk keruangan setelah menyelesaikan tugas mereka. Ada bau semerbak melati yang samar tercium ketika aku terbangun dari tidur nyenyakku waktu itu.

“Kalian pakai parfum melati ya?” tanyaku kepada ketiga anak buahku waktu itu.

“Enggak kok mas, saya kira mas yang pakai parfum aroma melati?” ucap salah satu dari mereka, mengira akulah yang memakai parfum beraroma melati. Kami saling melempar pandangan.

“sudahlah, kerjaan udah selesai. Mending kita sekarang nyari makan di warteg depan” – ucapku sembari menyuruh mereka untuk berangkat duluan karena aku ingin mencuci muka terlebih dahulu sebelum nanti menyusul mereka.

Setelah mencuci muka agar lebih fresh dan hendak pergi menyusul anak buahku di warteg depan rumah sakit. Aku berpapasan dengan Pak Rudi, atasanku yang kebetulan sedang memarkir mobilnya di basement 1. Aku menyapanya. Dia mengangguk dan bertanya “udah mau pulang nih mas Dio?”  kamipun mengobrol sejenak. Aku menceritakan kejadian janggal yang terjadi tadi malam kepadanya. Tentang wanita misterius yang datang menangis, kemudian mengucapkan terima kasih tanpa alasan.

“Mungkin dia suka sama mas Dio kali tuh” ucap pak Rudi sambil bercanda. Aku hanya membalasnya dengan gelak tawa.

Akupun kemudian meminta izin kepada pak Rudi untuk menyusul anak buahku di warteg depan. Ternyata beliau juga belum sarapan dan ingin bergabung makan di warteg depan bersama kami. Dan akhirnya kami memutuskan untuk pergi kesana bareng. Namun, ketika kita baru sampai di bibir pintu basement 1 dan kami beranjak keluar, muncul segerombolan orang yang tampak berlarian menangis histeris dari arah luar. Aku dan pak Rudi penasaran dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi diluar. Tampak pula beberapa petugas polisi berlalu-lalang disepanjang basement 1.

Satu petugas rumah sakit mendatangi kamar mayat dan membukanya. Beberapa petugas lainnya menghampiriku dan pak Rudi untuk meminta kami membantu memindahkan mayat dari lemari jenazah keatas tempat tidur untuk dilakukan otopsi. Aku dan pak Budi tanpa ragu bergegas membantu. Aku membantu mengangkat bagian kaki mayat yang masih tertutup kain dari lemari jenazah kamar mayat itu keatas tempat tidur.

Setelah kami berhasil memindahkan mayat itu keatas tempat tidur, seorang polisi kemudian dengan tiba-tiba membuka kain penutup mayat tersebut. Tampak satu raga yang telah berpisah dengan sukmanya tergeletak disana, dengan beberapa bercak darah diwajahnya. Aku terus memandanginya sampai kemudian aku terbelalak penuh perasaan terkejut tidak percaya.

Mayat wanita itu adalah wanita yang tadi malam sempat bertemu denganku didepan ruangan ini. Wanita yang berdiri dengan tatapan kosong yang terpasung perasaan pilu. Wanita yang kemudian menangis. Wanita yang kemudian mengetuk pintu ruanganku dan berterimakasih kepadaku atas suatu hal yang aku tak tahu alasannya. Aku terdiam.

“Ada apa mas? Kalau takut keluar saja mas… terimakasih bantuannya” tegas petugas yang tadi membuka kain penutup mayat wanita itu.

Dengan langkah penuh bimbang, aku berjalan kearah pintu keluar bersama pak Rudi. Tampak jelas wajah kebingungan yang tersirat pada roman wajahku saat itu. Pak Rudi yang memperhatikan gerak-gerikku kemudian menyiku lenganku.

“makanya kalau mas Dio takut, ya jangan dilihat mas” ucapnya, sembari kemudian melayangkan satu botol air mineral untuk menenangkanku. Aku meminumnya dengan sedikit tergesa.

Setelah aku berada agak jauh dari kamar mayat. Aku menceritakan kejadian yang sesungguhnya kepada pak Rudi. Dia bergidik ngeri, kemudian berkata agar aku tidak menceritakan kejadian ini kepada orang-orang di rumah sakit ini karena beberapa pertimbangan.

Usut punya usut, ternyata wanita itu adalah korban pembunuhan. Dia adalah pembantu rumah tangga di satu rumah besar di Gandaria, Jakarta Selatan. Dia dibunuh kumpulan perampok yang dipergokinya ketika sedang melangsungkan aksi perampokan dirumah tersebut. Nahas, wanita itu kemudian dibunuh dengan cara yang keji karena para perampok itu panik karena aksi kriminalnya diketahui.

Bibirku seketika menjadi pahit. Entah karena aku telah melihat mayat atau karena terjerembab perasaan yang takut kepada wanita itu. Aku mengurungkan niatku untuk makan di warteg depan rumah sakit dan memutuskan untuk langsung kembali pulang. Terhuyung-huyung menapaki pelataran rumah sakit dengan dipenuhi lamunan, hingga mas Joko menegurku kemudian.

Aku melihat rekaman CCTV yang ditunjukkan oleh mas Joko, petugas keamanan rumah sakit. Tampaklah dikaca monitor itu, aku sedang mengerjakan pekerjaanku mengepel lantai yang ternoda oleh bercak-bercak darah tadi malam. Hingga aku bertemu dengan wanita itu. Namun, dari rekaman CCTV itu, aku hanya tampak berbicara sendiri didepan selesa kosong didepanku. Wanita itu bukan manusia, karena dia tidak terekam dalam kamera CCTV itu. Dia adalah mayat yang bersedih karena harus berpisah dengan raganya.(Klik Disini)

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter

Search