Kumpulan Cerita Horor Di Dunia Nyata Dan Dunia lain.

Agenreferralpoker | Kumpulan daftar nama agen judi domino poker online terpercaya





Selasa, 15 Agustus 2017

Hidup Kaya dari Hasil Pesugihan Bayi Kuntilanak

Sebagai seorang dukun bayi atau biasanya disebut pembantu kelahiran bayi yang berada di sudut penduduk terpencil, Surti tentu saja hidup serba pas-pasan. Bukan hanya uang puluhan, lima ribuan atau seribuan rupiah yang diterimanya seusai membantu kelahiran bayi dari rahim seorang ibu, tetapi juga dia sering menerima hasil bumi, seperti ketela pohon, kelapa, semangka atau palawija dan lain sebagainya dengan upah kepiawaian dan keringat yang mengucur dari tubuhnya.

Memang, peristiwa seperti itu begitu lazim dalam suatu di lingkungan penduduk yang jauh dari hingar bingar perkotaan, ibarat jauh kota dekat batu yang Artinya, warga yang hidup di daerah pegunungan, lereng gunung, bukit, hutan maupun jurang dengan jalan yang terjal dan naik turun. Meski begitu, Dukuh Kedung Pring, tempat Surti tinggal dengan warganya yang masih tampak kental dengan kehidupan gotong royong, bahu membahu maupun membantu.
Cerita Misteri - Pesugihan Bayi Kuntilanak Tanpa Tumbal
Cerita Misteri - Pesugihan Bayi Kuntilanak Tanpa Tumbal

Maksud membantu disini, bukan hanya dalam hal membangun sebuah rumah dengan tenaga dan para tetangganya yang tanpa upah. Bahkan ketika diantara mereka ada yang punya gawe, entah itu sunatan, pernikahan atau perhelatan lain, juga dilakukan secara bahu membahu, baik dari tenaga sinoman, bahan masakan yang nanti bakal disuguhkan para hadirin, sampai among tamu semuanya dilakukan secara membantu.

Sehingga kehidupan warga Dukuh Kedung Pring seolah bak surga, ikatan persaudaraannya sangat kuat, kendati hasil bumi yang mereka terima tidak seberapa, dibanding perdukuhan yang bertanah subur dan datar. Memang semua bahan makanan seolah sudah tersedia, meskipun apa adanya. Hal ini terjadi karena perdukuhan itu bak tidak tersentuh tangan-tangan pengambil kebijakan yang tinggal di kota besar dan tidak suka blusukan.

Dengan begitu banyak petinggi pemerintah yang salah mengartikan sebuah pendukuhan dan Mungkin para petinggi beranggapan orang di Dukuh Kedung Pring adalah masyarakat udik yang gampang dibohongi. Padahal semestinya orang udik ini justru mendapat uluran tangan dengan cara memberi udik-udik berupa bantuan secara materi maupun pendidikan yang layak agar mampu memiliki  kehidupan yang tidak udik, meski tinggal di udik.

Kemball kepada irama kehidupan yang dilakoni Surti, karena dia seorang yang sangat menggeluti kepiawaiannya tersebut, maka rasa kemanusiaanya pun terbentuk.
Surti yang usianya sudah lebih dan 50 tahun, namun dia tetap hidup sendiri di gubuk reotnya, tanpa anak, karena tidak pernah bersuami.

Ya, tempat tinggal Surti itu terletak di lereng bukit di tepi jurang dan Rumah itu hanya berdinding anyaman bambu dengan cagak bambu wulung penyangga atap jerami. Ukurannya pun tidak lebih dan 5 x 7 meter saja yang di dalammnya hanya berisi sebuah dipan sebagai tempat tidurnya yang beralaskan tikar.

Dipan yang terbuat dari bambu itu, selain untuk menaruh tumpukan pakaian juga sekaligus digunakan untuk bantal dikala Surti merebah, tidur dan beristirahat. Kalau ada peralatan dapur, itu hanya terdiri dari sebuah ceret, panci, piring dan gelas seng saja, karena jika memasak dan menanak nasi hanya dengan cara membakar kayu yang bagian tepinya hanya dibatasi tumpukan batu bata merah. Karuan saja kalau dinding-dinding rumahnya berwarna hitam pekat, akibat langes bekas kepulan asap kayu bakar.

Malam itu Surti, terlelap dalam tidurnya yang tanpa terbuai mimpi indah, Sebab hanya dengan merebahkan tubuhnya yang sedikit bongkok dengan posisi terlentang, satu-satunya cara untuk mengusir rasa capek yang luar biasa malam itu. Karena siang dan sore tadi Surti baru saja membantu kelahiran dua perempuan yang melahirkan bayinya. Bukan seperti biasanya, karena satu dari perempuan hamil itu bayinya dalam posisinya sungsang.

Dengan begitu, Surti harus ekstra keras dan menguras tenaganya yang renta dalam menangani kasus kelahiran bayi sungsang di perut ibunya. Selain harus dengan hati-hati dan telaten memijat-mijat perut si wanita hamil itu, juga harus teliti mengurut bagian organ tubuh si pasen.

Tetapi berkat puluhan tahun pengalamannya sebagai dukun bayi, meski membutuhkan waktu berjam-jam, pada akhirnya bayi sungsang itu lahir dengan selamat. Kalau sudah begitu, bukan hanya ibu si jabang bayi saja yang puas Surti pun lega, kendati hanya diberi upah tak seberapa.

Karena pemberian bantuan kelahiran bayi itu dilakukan dengan benar-benar tulus, sepenuh hati dan tanpa pamrih lewat sentuhan rasa kemanusiaan yang dimllikinya. Semua terjadi, karena jiwanya telah terbentuk dari masyarakat udik di lingkungan Dukuh Kedung Pring. Ketulusan itu gampang dilupakan Surti, ketika dia tertidur kelelahan seperti malam itu.

Tiba-tiba angin berembus kencang mengarah pada satu titik, menabrak satu-satunya daun pintu gubuk Surti yang lagi tertidur lelap Sementara, malam sudah mulai larut, sepi pemukiman, apalagi jarak rumah satu dengan rumah lain berjauhan, membuat suasana semakin mencekam. Kejauhan meski sayup-sayup, namun jelas terdengar suara auman khas macan kumbang. Surti pun terjaga, terhenyak sejenak, masih,dengan posisi terduduk.

Bersama kesadarannya yang belum pulih, Surti sambil memandangi daun pintu yang bergerak maju mundur, seolah menendang-nendang tanpa arah, akibat hembusan angin kencang itu, membuat selot daun pintu tersebut sudah nyaris terlepas dari lubangnya. Peristiwa itu hanya sebentar, karena selot daun pintu itupun benar-benar lepas dari lubangnya dan kemudian Pintu pun terbuka lebar-lebar, hembusan angin seperti lesus itupun terus mengamuk.

Tubuh Surti yang kurus terpental begitu dahsyat, punggungnya menabrak dan menjebol dinding gubuk yang rapuk tersebut sampai keluar. Sekuat tenaganya yang tersisa, Surti berupaya untuk berdiri, meski terseok-seok tubuh perempuan renta ini mencoba melangkah dan terus bergerak menjauh mengikuti dorongan angin kencang dan punggungnya. Burung gagak di atasnya, terbang pelan menembus kepekatan malam itu, sambil bergaok-gaok menunjukan suara paraunya.


Gagak dan hembusan angin itu, seolah menuntun langkah Surti menembus terjalnya jalan bebatuan serta rimbunnya dedaunan yang tumbuh di ranting-ranting pepohonan hutan. Jarak langkahnya tak sempat terukur, tetapi yang jelas auman khas macan kumbang sudah tak terdengar lagi, suara gagak juga senyap, karena gagak itu telah bertengger di pohon preh besar. Sejenak kesunyian kembali mencekam, ketika itu pula bulu kuduk Mbok Waginem terasa bergidik.

Dikesenyapan malam yang semakin tua itu, kini terdengar erangan sesambat wanita mengenakan pakaian serba putih yang hampir sekujur pakaian bagian bawah, mulai sebatas selangkangannya berwarna merah, bersimbah darah segar. Surti yang semula bulu kuduknya merinding, kini tidak terasa lagi, terdorong rasa kasihan dan kemanusiaannya dan dari Naluri pengalamannya sebagai dukun yang sudah belasan tahun itu muncul.

Serta tanpa babi buta lagi, dengan cekatan dan kelincahan jemari tangannya, Surti segera memberikan pertolongan atas wanita hamil tua yang sudah saatnya melahirkan dalam keadaan ketuban yang sudah pecah itu.

Dengan tangan kirinya, Surti terus saja mengelus-elus perut buncit wanita misterius yang jelas belum dikenalnya, sambil mencampurkan daun pohon preh bercampur air liur dan mulut tuanya sehabis dikunyahnya sampai rata. Sedang jemari tangan kanannya merogoh dan mengobok-obok rahim wanita yang berpakaian serba putih dengan rambut panjang terurai itu.

Sorot mata wanita misterius itu terus saja memandang tajam tingkah Surti yang terus mengucurkan keringat di jidatnya. Memang agak lama, Surti berupaya menyelamatkan bayi di rahim wanita ini. Mengapa? Ya, karena bayi itu kalung usus! Ususnya melilit dileher bayi di dalam rahim dan Jemari tangan Surti terus saja bergerak, menata dan mengembalikan posisi usus itu pada tempat yang semestinya.


 Sementara wanita misterius itu masih saja terus mengerang, meski sakitnya berangsurangsur berkurang.
Dan bayi itu lepas dan rahim wanita misterius itu pun lahir dengan berjenis kelamin perempuan... selamat! Maka jabang bayi merah itu segera dibopong dalam gendongan Surti, sambil melangkah menjauh dan ibu sang jabang bayi, guna membasuh wajah dan anggota tubuh bayi yang baru lahir itu dengan air sendang yang berada tepat di bawah pohon preh tersebut.

Baju Surti yang kini menjadi compang camping, akibat tertepa angin kencang yang sebelumnya menerpa tubuhnya, segera dilepas untuk menyelimuti tubuh bayi yang baru lahir itu. Di ufuk timur langit sudah nampak mulai semburat memerah, kendati bulatan matahari belum muncul, kokok ayam jantan mulai terdengar saut-sautan, menandakan malam sudah berubah menjadi pagi menjelang. Surti pun sambil berdiri, mendongak ke belakang, dia terhenyak, karena wanita yang baru saja dibantu kelahirannya, telah menghilang tanpa bekas. Masih dalam keadaan keheranan, gagak yang dari tadi beretengger di dahan pohon preh itu pun mengepakan sayapnya, terbang tinggi dan lenyap pula.

Begitu pula bayi yang tadi berada digendongannya pun juga musna, Surti hanya mampu tercengang, diam sendirian bertelanjang punggung dan lengan hanya tinggal mengenakan kutang dan kain lurik berstagen putih lesuh. Kelahiran anak kuntilanak! benarkah? Begitu pikir Surti , sambil terus melangkah, menyelusuri jalan yang terjal di perbukitan. Pagi itu hingga sore harinya, Surti melakukan aktifitas seperti biasanya, layakan orang di pendudukan.

Namun anehnya lagi, sejak kejadian itu setiap senja sudah mulai menjelang, tiba-tiba saja, di tempat tidur Surti tergeletak sosok bayi perempuan yang kadang menangis dan kadang bayi itu juga dalam keadaan tertidur pulas.

Sehingga sejak itu sepanjang malam, Surti harus mengasuh bayi itu, seperti layaknya bayi manusia biasa, memberi minum, membasuh popok yang basah karena ngompol, juga nembang dengan lirik-lirik bahasa Jawa, layaknya cara tradisional seorang ibu menidurkan bayinya.

Bersamaan dengan itu pula, berangsur-angsur kehidupan Surti makin membaik, rejeki, kekayaan dan derajatnya semakin meninggi. Kini Surti, menjadi orang yang paling kaya di Dukuh Kedung Pring, ladangnya berhektar-hektar dengan tenaga penggarap puluhan orang. Namun Surti, tetap saja berlaku seperti sebelumnya, dia masih bersahaja, menekuni profesinya menjadi dukun bayi yang dilakukan dengan tulus dan sepenuh hati.

Cuman ada saja orang yang sirik, yang menebar isu kalau Surti memiliki Pesugihan Bayi Kuntilanak yang bersemayam sebagai ‘penunggu’ di pohon bunga kenanga yang tumbuh di halaman depan rumahnya. Memang semerbak mewangi bau bunga kenanga itu terasa lebih menyengat bila malam tiba. Malah masalah tidak mudah berhenti, kejadian-kejadian aneh silih berganti bagai berubahnya siang dan malam dan kemudian Pohon bunga kenanga itupun pernah ada orang sirik yang ingin menebangnya.

Tetapi ketika orang itu mengendap-endap mendekati pohon pada malam hari, tiba-tiba saja muncul sosok kuntilanak dengan wajah khas-nya yang menyeramkan.

Memang, sejak peristiwa membantu kelahiran bayi kuntilank itu, pada malam-malam tertentu Surti, selalu muncul sambil bersemedi di hadapan pohon bunga kenanga itu, sambil menyulut dupa wangi, kadang juga kemenyan dan ratus. Perilaku seperti inikah yang membuat ada saja orang sirik yang menganggap syirik perbuatan Surti.
Asalqq Situs poker online poker online, domino online, agen domino qq, adu q, bandar sakong, sakong online

Agustus 15, 2017   Posted by Anonim with No comments

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter

Search